Strategi Komunikasi Krisis Pada Lembaga Penyiaran Publik (Kasus Pemberhentian Direktur Utama Radio Republik Indonesia Pada Tahun 2021)

Penelitian ini menganalisis komunikasi krisis yang dilakukan Radio Republik Indonesia (RRI) pada kasus pemberhentian Direktur Utama (Dirut) di tahun 2021. Pada bulan April 2021, Dirut RRI Rohanudin diberhentikan oleh Dewan Pengawas (Dewas) dengan alasan melakukan
sejumlah pelanggaran berat dengan tidak melakukan kontrol terhadap pemberitaan RRI. Pemberhentian ini mengemuka ke publik setelah publikasi Surat Pemberitahuan Rencana Pemberhentian (SPRP) tertanggal 23 April 2021 terhadap Rohanudin yang muncul di media massa pada 8 Mei 2021. Diberhentikannya Dirut ini tidak meredakan risiko krisis namun malah memunculkan krisis karena mundurnya Dirut RRI ini menjadi ramai di media sosial dengan munculnya beberapa konten di platform YouTube dan Facebook, sehingga peran dan fungsi RRI kemudian menjadi sorotan dan perbincangan warganet. Topik ini dianggap menarik untuk diteliti karena sesuai Undang-undang, RRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik diharapkan dapat netral, dan berimbang dalam menjalankan kebijakan pemberitaannya. Peneliti akan melakukan identifikasi dampak krisis di media online dan media sosial,melakukan analisa fase krisis mulai dari pra krisis, saat krisis dan post krisis. Peneliti juga akan melakukan analisis tujuh dimensi krisis, stakeholder mapping pada saat krisis terjadi serta menganalisa strategi respon krisis yang dijalankan oleh RRI serta leadership yang muncul pada saat krisis. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode studi kasus tunggal dengan meneliti kasus mundurnya Dirut RRI di tahun 2021 dan menganalisia dengan sudut pandang Image Repair Theory.