Pengembangan Modul Pendidikan Anti Korupsi Berbasis Nilai-nilai Pancasila melalui Karya Multimedia di Lingkungan Sekolah Menengah Atas: Studi Komparatif di Provinsi Banten dan DKI Jakarta

Masalah Korupsi di Indonesia merupakan problem sosial yang akut. Korupsi bukan hanya
dilakukan para pejabat pemerintahan dan penguasa saja, tetapi juga pihak pengusaha, bahkan
pemuka agama dan para pendidik. Pendekatan pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK dan
lembaga-lembaga penegak hukum lainnya perlu diimbangi dengan tindak pencegahan, atau,
pendidikan anti korupsi. Target usia pendidikan anti korupsi bisa dimulai dari anak-anak hingga
dewasa. Mengingat praktik korupsi cukup banyak dilakukan pejabat pemerintah dan pengusaha,
maka perlu digalakkan pendidikan anti korupsi baik di sekolah-sekolah negeri maupun swasta
dengan strategi komunikasi yang kreatif. Salah satu jangkar ideologis dari pendidikan anti
korupsi adalah Pancasila. Pencegahan tindak dan praktik korupsi pada tingkat sekolah formal
perlu dijangkarkan pada Pancasila karena Pancasila merupakan jati diri bangsa Indonesia yang
fundamental. Pendekatan Fenomenologi Nilai dipilih agar dapat mendekatkan nilai-nilai
Pancasila pada pengalaman siswa didik. Guna mendukung upaya tindak pencegahan korupsi yang
sudah sedemikian marak terjadi, peneliti memilih konsentrasi lokasi penelitian (locus action) di
sekolah formal pada tingkat SMA, yang ada di Provinsi Banten dan DKI Jakarta. Secara lebih

khusus, penelitian ini bermaksud mengukur persepsi siswa-siswa SMA Negeri dan Swasta se-
provinsi Banten dan DKI Jakarta, tentang tindak korupsi yang terjadi di lingkungan sekolah

mereka, yang mana persepsi tersebut nantinya akan didasarkan pada fenomenologi nilai-nilai
Pancasila. Kurikulum pendidikan anti korupsi seyogianya didesain sedemikian rupa sehingga
materinya merupakan turunan dari nilai-nilai Pancasila, utamanya nilai kemanusiaan dan
keadilan. Dalam desain tersebut, mengingat kekinian, pembuatan dan penggunaan modul
multimedia, seperti video tutorial, baik sebagai cara belajar maupun sebagai produk teknologi,
perlu lebih dikembangkan. Para guru dan dosen merupakan agen perubahan yang dapat
menginisiasi perumusan materi pendidikan anti korupsi di tingkat sekolah formal. Tahap awal
perumusan materi pendidikan anti korupsi dapat dihimpun dari bagaimana para siswa
mempersepsi korupsi yang terjadi di lingkungan sekolahnya. ‘Persepsi tentang korupsi’
merupakan salah satu alat ukur yang umum dipakai untuk memetakan sikap sekelompok orang
terhadap tindakan korupsi. Dalam hal ini dipilih siswa SMA sebagai subjek penelitian karena
mereka dianggap sudah dapat menggunakan penalarannya untuk menarik distingsi antara mana
yang termasuk tindak korupsi dan mana yang bukan korupsi. Dari tahap awal pengukuran
persepsi tentang korupsi tersebut, berikutnya akan dikembangkan suatu modul pembelajaran
tentang pendidikan anti-korupsi untuk para pelajar tingkat SMA negeri dan swasta se-Banten dan
DKI Jakarta. Guna mencapai efektivitas pembelajaran, modul ini diintegrasikan dengan strategi
komunikasi multimedia yang akan melahirkan berbagai macam karya multimedia yang sesuai
dengan kekhasan khalayak lokalnya.