Pemaknaan Jurnalis terhadap Intimidasi dan Kekerasan (Studi Fenomenologi Interpretatif terhadap Jurnalis Peliput Isu Keberagaman)

Lepas dari pernyataan bahwa Indonesia menjunjung kebebasan pers, namun pers di Indonesia masih belum sepenuhnya bebas.  Menurut Freedom House, kebebasan pers di Indonesia masih partially free, atau tidak sepenuhnya bebas. Sepanjang 2016 sampai dengan awal 2017, kekerasan terhadap jurnalis masih terus terjadi. Menurut LBH Pers, sepajang 2016, ada 83 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Di beberapa bulan terakhir, kekerasan terjadi pada jurnalis peliput demonstrasi terkait agama. 

Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana jurnalis memaknai kekerasan yang mereka hadapi dalam liputan dan bagaimana kekerasan tersebut mempengaruhi kehidupan mereka, khususnya terkait pekerjaan yang mereka lakukan. 

Riset terhadap kebebasan pers kerap dilakukan oleh berbagai lembaga. Namun, kajian yang membahas mengenai efek dari kekerasan terhadap jurnalis dalam melakukan berita masih terbatas. Di Indonesia, riset terkait kekerasan terhadap jurnalis dipandang dari mereka yang mengalaminya minim. Di luar negeri, ada beberapa riset yang sudah dilakukan. Penelitian pertama adalah efek psikologis dari meliput kekerasan ekstrem, penelitian kuantitatif terhadap puluhan jurnalis di Kenya. Kedua adalah tesis yang memaparkan hasil penelitian bagaimana jurnalis memaknai trauma sehari-hari.  

Penelitian ini didasarkan pada teori fenomenologi dengan melihat bagaimana aktor sosial menciptakan tatanan yang bermakna dengan mengamati lingkungan mereka. Dalam penelitian ini, peneliti akan melihat bagaimana jurnalis memaknai kekerasan, baik verbal maupun nonverbal, yang mereka hadapi ketika melakukan peliputan, khususnya ketika meliput isu tentang keberagaman dan agama. 

Peneliti melakukan wawancara mendalam terhadap beberapa jurnalis mulai Maret sampai Mei 2017. Hasil wawancara akan dianalisis menggunakan metode analisis fenomenologi Van Kaam.