CAN WE MOVE BEYOND REPRESENTATION?: FEMINISM FILM THEORY AND RATNA ASMARA

Saat membicarakan feminisme dalam film Indonesia, wacana yang beredar adalah
seberapa banyak sutradara perempuan membuat film atau seperti apa representasi dari sosok
perempuan dalam film Indonesia. Penelitian seperti ini menyasar pada minimnya jumlah
sutradara perempuan dalam film Indonesia. Efeknya, dalam industri film ini, sebenarnya
sudah banyak imbauan untuk membuat ruang ini terbuka bagi pembuat film perempuan.
Meskipun demikian, belum ada yang secara detil membicarakan moda produksi dan strategi
semacam apa yang digunakan oleh para sutradara perempuan. Padahal dengan mencatatkan
strategi para pionir perempuan pembuat film, generasi selanjutnya bisa belajar untuk mencari
celah dan pelan-pelan mengubah wajah industri perfilman yang maskulin dan didominasi
oleh laki-laki.
Penelitian ini membicarakan sejauh mana feminisme hadir dalam industri film dan
apa pengaruhnya untuk industri film di Indonesia. Penekanan pada Ratna Asmara, sang
sutradara perempuang pertama di Indonesia, merupakan upaya untuk membicarakan strategi
yang bisa menjadi gambaran seperti apa bila pembuatan film didasari oleh geliat gerakan
feminisme pada tahun 1950-an, baik di Indonesia dan di dunia. Dengan lebih fokus pada
sosok Ratna Asmara maka kita bisa melampaui untuk tidak hanya menyasar pada sosok
representasi perempuan bila membicarakan feminisme sebagai gerakan ataupun wacana di
Indonesia.